Sabtu, 19 Maret 2011

Iman Kepada Qodho dan Qodar

Iman Kepada Qodho dan Qodar



Apa arti dari qodho dan qodar?

Istilah Qadha' bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadar dan sebaliknya istilah Qadar bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadha', Akan tetapi bila dikatakan "Qadha-Qadar", maka ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini banyak terjadi dalam bahasa Arab. Satu kata dapat bermakna yang luas ketika sendirian dan punya makna khusus bila disatukan.

Sebagai contoh dapat dikatakan.

"Bila keduanya bersatu maka berbeda dan bila keduanya dipisah maka bersatu"

Maka kata Qadha' dan Qadar termasuk dalam kondisi seperti ini, artinya bila kata Qadha' dipisahkan (dari kata Qadar), maka memuat Qadar dan sebaliknya kata Qadar bila dipisahkan (dari kata Qadha') maka memuat makna Qadha'.

Akan tetapi ketika dikumpulkan, kata Qadha' bermakna: sesuatu yang ditetapkan Allah pada mahluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahannya.

Sedangkan Qadar bermakna sesuatu yang telah di¬ten¬tu¬kan Allah sejak zaman azali. Inilah perbedaan antara kedua istilah tersebut. Maka Qadar ada lebih dahulu kemudian disusul dengan Qadha'.

Kemudian yang dimaksud dengan iman kepada Qadar adalah kita mempercayai (sepenuhnya) bahwa Allah telah me¬netapkan segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya.

“Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya" [Al-Furqaan : 2]

Kemudian ketetapan yang telah ditetapkan Allah selalu sesuai dengan kebijakan-Nya dan tujuan mulia yang meng¬ikuti¬nya serta berbagai akibat yang bermanfaat bagi hamba-Nya, baik untuk kehidupan (dunia) maupun akhiratnya.

Adakah tingkatan iman kepada Qodar?

Iman kepada Qadar berkisar empat tingkat keimanan.

[1]. Ilmu (Allah), yakni mempercayai dengan sepenuhnya bahwa ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala meliputi segala sesuatu, baik di masa lalu, sekarang maupun yang akan datang, baik yang berhubungan dengan perbuatan-Nya maupun perbuatan hamba-Nya.

Dia (Allah) meliputi semuanya, baik secara global maupun rinci dengan ilmu-Nya yang menjadi salah satu sifat-Nya sejak azali dan selamanya (tak ada akhirnya). Dalil-dalil tentang tingkatan ini banyak sekali. Allah telah berfirman :

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak ada rahasia lagi bagi-Nya segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit" [ Ali-Imran : 5]

.Artinya : Sesungguhnya Aku telah menciptakan manusia dan Aku mengetahui apa yang dibbisikkan hatinya" [Qaf : 16]

''Artinya : Allah mengetahui segala sesuatu" [Al-Baqarah : 283

Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan pengetahuan Allah pada segala sesuatu, baik secara global maupun rinci. Dalam tingkatan ini barangsiapa yang mengingkari Qadar maka dia kafir, karena dia mendustakan Allah dan Rasul-Nya serta ijma' kaum muslimin dan meremehkan kesempurnaan Allah. Karena kebalikan ilmu ada¬lah mungkin bodoh atau alpa dan keduanya berupa aib (cacat). Allah terlah ber¬firman tentang Nabi Musa ketika dia ditanya oleh Fir'aun.

"Artinya: Maka apa saja yang telah terjadi di abad-abad terdahulu, dia (Musa) menjawab : Pengetahuan tentang itu di sisi Rabb-ku di dalam kitab yang Rabb-ku tidak akan salah dan alpa ( di dalamnya)" [Thaha : 51-51]

Maka Allah tidak akan bodoh terhadap sesuatu yang akan datang dan tidak akan melupakan sesuatu yang telah lewat.

[2]. Beriman kepada Allah telah menulis ketetapan segala sesuatu sampai terjadi hari Qiyamat.

Ketika Allah menciptakan Qalam, Allah berfirman kepadanya: "Tulislah", kemudian Qalam berkata : "Hai Tuhanku, apa yang aku tulis?"

Dia berfirman: "Tulislah (dalam hadits yang lain. "Tulislah taqdir segala sesuatu hingga hari kiamat") semuanya yang terjadi", kemudian dia (Qalam) seketika berjalan menulis segala sesuatu yang terjadi sampai hari Qiyamat. Maka Allah telah menulis di Lauh Mahfudz ketetapan segala sesuatu.

Tingkatan ini telah ditunjukkan oleh firman Allah.

"Artinya: “Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah" [Al-Hajj : 70]

Allah juga berfirman. "Sesungguhnya itu semua berada dalam kitab", artinya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz). (Sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah). Kemudian penulisan tersebut terkadang bersifat rinci. Maka janin yang ada di perut ibunya bila melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus malaikat kepada¬nya dan mengutusnya membawa empat kalimat, yaitu menulis rizki, ajal, perbuatan, celaka atau bahagia, sebagaimana tertuang dalam hadits shahih Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ditulis juga di dalam Qadar apa saja yang terjadi dalam tahun itu.

Sebagaimana Allah berfirman.

"Artinya: “Sesungguhnya Aku telah menurunkan pada malam yang berkah, sesungguhnya Aku memberi peringatan di dalamnya tentang perbedaan sesuatu yang mengandung hikmah, sebagai perintah dari-Ku, sesungguhnya Aku Rabb Yang Mengutus" [Ad-Dukhan : 3-5]

[3]. Beriman bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini disebabkan kehendak Allah.

Segala sesuatu yang ada di alam ini terjadi karena kehendak Allah, baik yang dilakukan oleh-Nya maupun oleh mahkhluk.

Allah telah berfirman.

"Artinya : Dia (Allah) melakukan apa yang Dia kehendaki" [Ibrahim : 7]

Allah juga berfirman.

"Artinya: Kalau Dia (Allah) meng¬hendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya" [Al-An'am : 149]

Dan masih banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa perbuatan-Nya terjadi karena kehendak-Nya. Begitu juga segala perbuatan makhluk terjadi dengan kehendak-Nya, sebagaimana firman Allah.

"Artinya : Kalau Allah menghendaki, maka tidak terjadi saling bunuh di antara orang-orang setelah mereka datang penjelasan kepada mereka, akan tetapi mereka berselisih ; sebagi¬an mereka beriman dan sebagian kafir. Dan apabila Allah meng¬hendaki maka mereka tidak saling membunuh, akan tetapi Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki" [Al-Baqarah : 53]

Ini adalah nash (teks Al-Qur'an) yang sangat jelas bahwa semua per¬buat¬an hamba telah dikehendaki Allah dan apabila Allah tidak meng¬hendaki mereka untuk melakukannya maka mereka tidak akan melakukan.

[4] Beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, Maka Allah adalah Maha Pencipta dan selain-Nya Dia adalah makhluk.

Segala sesuatu, Allah-lah pencipta¬nya dan semua makhluk adalah cipta¬an¬¬-Nya. Jika segala perbuatan manusia dan ucapannya termasuk sifat¬nya, se¬da¬ng¬¬kan manusia itu makhluk, maka sifat-sifatnya juga makhluk Allah. Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah.

"Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat" [As-Safat : 96]

Dengan demikian, Allah telah mene¬tap¬¬¬kan penciptaan manusia dan per¬buat¬an¬nya. Allah juga berfirman: "Wa ma ta'ma¬lun" (dan apa saja yang kamu perbuat). Para ulama berselisih pendapat tentang kata "ma" (apa saja), apa¬kah dia berupa "ma masdhariyah¬“ (sehingga tidak bermakna) atau "ma maushulah" (sehingga bermakna apa saja).

Berdasarkan dua perkiraan di atas (ma mashdariyah atau ma maushulah), maka ayat tersebut tetap menunjukkan bahwa per¬buatan manusia adalah ciptaan Allah. inilah keempat tingkatan keimanan kepada Qadar yang harus diimani, tidak sempurna ke¬ima¬n¬an seseorang terhadap Qadar kecuali dengan mengimani keempat-empatnya.

Qodho-Qodar Vs Sebab Akibat

Ketahuilah bahwa iman kepada Qadar tidak berarti menghilangkan pel¬ak¬sanaan se¬bab, bahkan melaksanakan berbagai sebab merupakan perintah Syari'ah. Hal itu dapat tercapai karena Qadar, karena bebagai sebab akan melahir¬kan musabab (akibat).

Oleh karena itu, Amirul Mu'minin, Umar bin Khaththab, ketika pergi menuju Syam, di tengah perjalan dia mengetahui bahwa telah meny¬ebar wabah penyakit di sana. Kemu¬dian para sahabat bermusyawarah; apa¬kah per¬¬jalanan ini diteruskan atau kembali pulang ke Madinah?

Maka terjadilah perselisihan pendapat di antara mereka dan kemudian beliau me¬mutus¬¬kan untuk kembali ke Madinah. Ketika beliau (Umar) sudah mantap pada pendapat tersebut, maka datanglah Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarah sembari berkata: Hai Amirul Mu'minin, mengapa anda kembali ke Madinah dan lari dari Qadar Allah ?"

Umar menjawab: "Kami lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah yang lain". Kemu¬dian setelah itu datang Abdurrahman bin Auf (dia sebelumnya tidak ada di situ untuk me¬me¬nui kebutuhannya), kemudian dia men¬cerita¬kan bahwa Nabi pernah bersabda tentang wabah penyakit.

Rasulullah bersabda, ”Bila kamu sekalian mendengar terjadinya wabah penyakit di bumi tertentu, maka janganlah kamu mendatanginya.”

Kesimpulan perkataan Umar "lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah" itu meru¬pakan dalil bahwa melaksanakan sebab juga termasuk Qadar Allah. Kita tahu bahwa apabila seseorang mengatakan, "saya beriman kepada Qadar Allah dan Allah akan memberiku seorang anak dengan tanpa istri", maka orang tersebut dapat dika¬takan gila. Begitu juga bila dia mengatakan "saya beriman kepada Qadar Allah dan saya tidak akan bekerja untuk mencari rejeki", maka dia adalah dungu.

Karena iman kepada Qadar tidak berarti menghilangkan sebab-sebab syar'iyah atau ikhtiar/usaha yang benar. Adapun sebab-sebab yang berupa prasangka yang dianggap pelakunya sebagai sebab padahal bukan, maka hal itu tidak perlu diperhatikan.

Beriman Kepada Qodho dan Qodar membolehkan maksiat?

Ada kesulitan dalam mengimani Qadar (padahal sebenarnya tidak sulit), yaitu per¬tan¬yaan seseorang: "Apabila perbuatanku dari Qadar/Ketentuan Allah, maka bagai¬mana aku harus menanggung akibatnya sementara semua itu dari Qadar Allah ?"

Jawabannya.

Hendaknya dikatakan kepadanya, “kamu tidak bisa beralasan melakukan maksiat dengan Qadar Allah, Karena Allah tidak memaksamu untuk melakukannya dan ketika kamu dihadapkan kepadanya (maksiat itu) kamu tidak tahu bahwa hal itu ditakdirkan untukmu. Karena manusia tidak mengetahui apa yang ditakdirkan kepadanya kecuali setelah terjadi. Karena itu, kenapa kamu tidak memperkirakan sebelum berbuat bahwa Allah telah mentakdirkan ketaatan kepadamu, sehingga kamu melaksanakannya?”

Begitu juga dalam hal duniawi, pasti kita akan melakukan sesuatu yang dianggap ada kebaikannya dan menghindari yang dianggap berbahaya. Maka mengapa kita tidak bersikap demikian dalam urusan akhirat? Kami tidak yakin jika ada seseorang yang sengaja menginjak paku dan kaca lalu dia berkata: "Ini telah ditakdirkan untukku, bahkan tentunya dia akan menempuh jalan yang paling aman dan mudah.

Tidak ada perbedaan antara hal ini dengan sebuah perkataan bahwa Surga mempunyai jalan dan Neraka juga mempunyai jalan. Maka apabila kita menempuh jalan menuju Neraka, maka kita bagaikan orang yang menempuh jalan yang mengkhawatirkan dan mengerikan. Maka mengapa kita merelakan dirimu menempuh jalan menuju Neraka dan meninggalkan jalan Surga yang indah? Kalau saja manusia boleh beralasan dengan Qadar tatkala melakukan ma'siyat, maka tentunya tidak ada gunanya diutusnya para rasul, surga-neraka, pahala-dosa dll.

Manfaat/Tujuan Beriman Kepada Qodho dan Qodar

Ketahuilah bahwa iman kepada Qadar memiliki buah yang agung bagi perjalanan manusia dan hatinya. Karena apabila kita beriman bahwa segala sesuatu terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah, maka ketika dalam kelapangan kita akan bersyukur kepada Allah dan tidak terlalu membanggakan diri bahwa itu hanya usahamu sendiri. Tetapi sebaliknya meyakini bahwa ini hanya sebab dan meyakini bahwa karunia tetap di tangan Allah, maka kita akan bertambah syukur dan makin banyak beribadah.

Dan bila sedang dilanda kesempitan dan musibah, kita akan yakin bahwa ini semua dari Allah untuk menguji kesabaran dan keimanan kita. Serta menyakini bahwa ada Yang lebih Kuasa dari usaha manusia. Dan kita bisa terus mencoba berusaha agar keadaan yang sempit itu menjadi lapang dan luas di kemudian hari.

Kita juga bisa tetap percaya kepada Allah, menerima dan tidak terlalu menyesal karena musibah yang datang serta tidak diliputi kegundahan yang berat. Bukankah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

Text Box: "Artinya : Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada seorang mu'min yang lemah, dalam segala kebaikan bersemangatlah (untuk mencapai) apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, jangan merasa lemah, apabila kamu tertimpa suatu (musibah) maka janganlah berkata ; Kalau saja aku melakukan begini maka hasilnya pasti begini, karena kata "kalau" akan membukakan perbuatan syetan".

Maka dengan demikian beriman kepada Qadar mengandung kedamaian jiwa dan hati dan hilangnya kegundahan karena kegagalan, serta hilangnya kekhawatiran untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman.

"Artinya : Tidak ada musibah yang menimpa di bumi dan di dalam dirimu sendiri kecuali telah ada dalam kitab sebelum Aku membebaskannya, sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah, agar supaya kamu tidak bersedih atas kegagalanmu dan tidak terlalu bergembira atas apa (nikmat) yang diberikan kepadamu" [Al-Hadid : 22-23]

Orang yang tidak percaya kepada Qadar sudah pasti mengamali kegoncangan ketika tertimpa musibah dan akan bersedih dan syetanpun kana membuka pintu untuknya dan dia akan merasa terlalu bersuka ria dan terlena ketika mendapat kegembiraan. Akan tetapi iman kepada Qadar akan mampu mencegah itu semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar