Jumat, 20 Mei 2011

CIRI CIRI ULAMA AKHIRAT

Saudaraku....taukah kamu ciri cirinya Ulama(alim) akhirat????????
Ulama akhirat itu mempunyai tiga ciri:
Satu:tidak mencari harta( material )duniawi dengan ilmunya..apalagi sampai mematok harga yang wacccch....
Dua: selalu fokus dan beristigol dengan ilmu ilmu yang bersifat ukhrowi..(mementingkan ilmu bhatin untuk mempelajari hati agar tidak berpenyakit seperti hasud,iri,dengki.ujub,takabur dsb)
Tiga:berpegang teguh dengan ilmu nya dan taqlid terhadap yang mempunya,i syara dalam ucapan dan pekerjaannya..
Sooo...Di jaman sekarang di manusia sudah terserang penyakit hubbudnya, ulama macam begini sekarang sudah langka dan munmgkin di ambang kepunahan..walaupun mungkin masih ada..
dan kita do,akan semoga ulama ulama yang masih berpegang teguh pada qur,an dan sunah di panjangkan usianya dan di berkahkan ilmu nya..Amiin...

Ya Allah....Terimalah Taubatku....

Ya Allah… terimalah taubatku yang tidak sempurna ini….
yang serba kekurangan dan banyak cacat dan celanya
Tapi apa daya…
Ini yang aku mampu
mempersembahkannya kepada-Mu

Telah kucoba sepenuh hati
Tapi masih tidak mampu sempurna
Aku harap dengan rahmat-Mu
Terimalah jua taubatku
Aku tetap tidak akan jemu
Kuteruskan walau tidak meningkat
Aku tetap istiqomah

Ya Allah….Kasihanilah
Hamba yang lemah ini
Pengampunan-Mu yang kuharapkan
Siapa lagi yang akan mengampuni.
Kalau Engkau tidak mengampuninya.
Ya Allah…Aku kan hamba-Mu juga
Aku ciptaan-Mu juga
Kalau Engkau selamatkan
Engkau tidak akan rugi
Kebesaran-Mu akan tetap sempurna
Ampunilah wahai Tuhan
Segala dosaku yang menggunung ini….

Asatgfirullahal Azdiim.................

Astaghfirullah…Aku Mohon Ampun Ya Allah…
sudah kesekian kalinya , Hamba lalai untuk khusyu’ menghadap-Mu ya Allah…
aku merasa seakan-akan sudah tidak pantas lagi untuk bertaubat padaMu, Wahai Dzat ghofurrurohim….
Namun, perasaan hina dan dosa yang begitu banyaklah yang menggiring aku untuk terus mendekat kepada-Mu, untuk memohon ampun atas dosa-dosaku…dosa besar,kecil tabhu,at terhadap sesama…

ya Allah…
Inilah aku apa adanya,
aku yang paling berdosa di antara sekian milyar hamba-Mu yang shalih
aku yang jatuh bangun untuk berusaha mendekat dengan-Mu, walaupun lebih sering jatuh dibanding aku bangun untuk kembali kepada-Mu..Terimalah taubatku Ya Allah….

aku sudah bosan dengan perilakuku yang begitu memalukan dihadapanmu
perilaku manusia-manusia yang ingkar atas nikmatmu
perilaku manusia yang tidak bersyukur atas segala kasih sayang-Mu padaku

ya Allah…
inilah aku aku apadnya,
kuingin…sekali menghadap kepada-Mu dengan penuh rasa cinta dalam hatiku…
rasa cinta yang kupersembahkan untuk-Mu semata ya Allah…
namun, apalah daya , aku hanya seorang manusia biasa
yang mudah sekali untuk bermaksiat dihadapan-Mu
yang begitu ringan untuk melangkahkan kakiku untuk lebih mencintai dunia ini ya Allah…
yang kadang lisan ini begitu mudahnya untuk berdusta dan bicara yang tidak ada manfaatnya, walaupun aku tahu…
bahwa Engkau selalu Maha Mengetahui atas segala apa yang ada dalam hati ku, dalam penglihatanku, dalam pendengaranku, dan segala gerak-gerik tubuh kecil ini
Ya Allah…terimalah taubatku…

Selasa, 17 Mei 2011

Renungan

kadang hidup ini aneh sekali,suka dan duka datang silih berganti.tapi....mungkin itulah kehidupan yang mesti kita jalani,tidak ada kata berhenti dalam hidup,mundur tertinggal dan berhenti di injak orang..sooo..sekali melangkah kedepan pantang mundur kebelakang...itulah yang mestio di pegang oleh mukmin sejati...Allahhu AKBAR

Minggu, 20 Maret 2011

Khuruj bersama Jama’ah Tabligh

Berikut ini adalah kutipan dari dua fatwa ulama ahli sunnah tentang hukum khuruj bersama Jamaah Tabligh. Yang pertama adalah fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz sedangkan yang kedua adalah fatwa Syaikh Shalih al Fauzan.

جماعة التبليغ ، والصلاة في المساجد التي فيها قبور
س : سؤال من : م . ع- من أمريكا يقول : خرجت مع جماعة التبليغ للهند والباكستان ، وكنا نجتمع ونصلي في مساجد يوجد بها قبور ، وسمعت أن الصلاة في المسجد الذي يوجد به قبر باطلة فما رأيكم في صلاتي وهل أعيدها؟ وما حكم الخروج معهم لهذه الأماكن؟

Jamaah Tabligh dan Shalat di Masjid yang di Dalamnya Terdapat Kuburan

Pertanyaan dari seseorang yang berdomisili di Amerika
Penanya mengatakan, “Aku ikut khuruj bersama Jamaah Tabligh ke India dan Pakistan. Kami berkumpul dan shalat di masjid-masjid yang di dalamnya terdapat kuburan. Aku pernah mendengar bahwa shalat di masjid yang di dalamnya terdapat kuburan itu tidak sah. Apa pendapatmu tentang shalatku, apakah aku perlu mengulanginya? Apa hukum ikut khuruj bersama mereka ke tempat-tempat semisal ini?

ج : بسم الله ، والحمد لله ، أما بعد :
جماعة التبليغ ليس عندهم بصيرة في مسائل العقيدة فلا يجوز الخروج معهم إلا لمن لديه علم وبصيرة بالعقيدة الصحيحة التي عليها أهل السنة والجماعة حتى يرشدهم وينصحهم ويتعاون معهم على الخير ؛ لأنهم نشيطون في عملهم ، لكنهم يحتاجون إلى المزيد من العلم ، وإلى من يبصرهم من علماء التوحيد والسنة .
رزق الله الجميع الفقه في الدين والثبات عليه .

Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “Bismillah wal Hamdu lillah. Amma Ba’du.
Jamaah Tabligh itu tidak memiliki ilmu tentang berbagai permasalahan akidah. Oleh karena itu, tidak boleh khuruj bersama mereka kecuali bagi orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan tentang akidah yang benar. Itulah akidah ahli sunnah wal jamaah. Dengan demikian orang tersebut bisa membimbing dan menasehati mereka serta bisa tolong menolong bersama mereka dalam kebaikan.
Mereka adalah orang-orang yang bersemangat dalam kerja dakwah namun mereka memerlukan tambahan ilmu. Mereka juga memerlukan ulama yang faham tentang tauhid dan sunnah yang bisa mengajari mereka.
Moga Allah memberikan kepada semuanya pemahaman yang baik tentang agama dan konsisten dengannya.

أما الصلاة في المساجد التي فيها القبور فلا تصح ، والواجب إعادة ما صليت فيها ؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم : لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد متفق على صحته ،

Shalat yang dikerjakan di dalam masjid yang ada kuburan di dalamnya itu tidak sah. Anda memiliki kewajiban untuk mengulangi shalat yang telah anda lakukan di dalam masjid tersebut. Dalam masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah itu melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah” (HR Bukhari dan Muslim).

وقوله صلى الله عليه وسلم : ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم وصالحيهم مساجد ألا فلا تتخذوا القبور مساجد فإني أنهاكم عن ذلك أخرجه مسلم في صحيحه . والأحاديث في هذا الباب كثيرة .
وبالله التوفيق ، وصلى الله على نبينا محمد ، وآله وصحبه وسلم .

Dalil yang lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ingatlah, orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih di antara mereka sebagai tempat ibadah. Ingatlah janganlah kalian jadikan kuburan sebagai tempat ibadah. Sungguh aku melarang hal tersebut” (HR Muslim). Hadits-hadits tentang hal ini banyak sekali”.

نشرت في مجلة الدعوة في العدد ( 1438 ) بتاريخ 3 / 11 / 1414 هـ .

Fatwa ini pertama kali dipublikasikan di majalah ad Dakwah edisi 1438 tanggal 3 Dzulqa’dah 1414 H [Fatwa Syaikh Ibnu Baz ini ada di Majmu al Fatawa wa al Maqolat al Mutanawi’ah jilid 8 hal 331. Bisa juga dilihat di buku Kasyfu as Sattar karya Muhammad bin Nashir al ‘Uraini hal 68-69].

Dari fatwa ini kita bisa mendapatkan beberapa pelajaran:

1. Hukum khuruj bersama Jamaah Tabligh itu pada asalnya haram kecuali seorang yang berilmu (baca: ustadz salafy) yang diharapkan bisa membimbing mereka kepada akidah dan cara beragama yang benar.
2. Tolong menolong atau kerja sama dengan Jamaah Tabligh asalkan dalam kebaikan itu diperbolehkan. Namun ingat tolak ukur kebaikan itu timbangan syariah, bukan sekedar perasaan.
3. Dalam fatwa di atas Ibnu Baz memuji Jamaah Tabligh dalam sisi semangat dalam kerja dakwah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua pujian kepada kelompok yang dinilai sesat itu terlarang tanpa terkecuali. Yang benar hukum tindakan semacam ini tergantung motif dan konteks pembicaraan.
4. Sisi kebaikan yang dimiliki sebuah kelompok ‘bermasalah’ tidaklah menghalangi kita untuk mengingatkan orang lain terhadap bahaya kelompok tersebut. Dalam fatwa di atas, sisi kebaikan yang ada pada Jamaah Tabligh tidak menghalangi Ibnu Baz untuk melarang khuruj bersama mereka bagi orang yang tidak memiliki ilmu.

و المقصود جماعة التبليغ التي شغلت الناس في هذا الزمان و هي جماعة ضالة في معتقدها و منهجها و نشأتها كما وضح ذلك الخبيرون بها مما تواتر عنهم مما لا يدع مجالا للشك في ضلال هذه الجماعة و تحريم مشاركتها و مساعدتها و الخروج معها فيجب على المسلمين الحذر منها و التحذير منها.

Syaikh Shalih al Fauzan mengatakan, “Intinya, Jamaah Tabligh yang telah menyita perhatian banyak orang di zaman ini adalah kelompok yang sesat dalam akidah, jalan beragama dan awal tumbuhnya sebagaimana penjelasan orang-orang yang benar-benar mengetahui mereka. Penjelasan para pakar dalam hal ini banyak sekali. Hal ini menyebabkan tidak ada lagi tersisa ruang untuk meragukan kesesatan kelompok ini. Haram hukumnya berperan serta dan membantu acara-acara mereka serta khuruj bersama mereka. Seluruh kaum muslimin memiliki kewajiban untuk mewaspadai mereka dan mengingatkan orang lain agar tidak mengikuti mereka” (Kata pengantar Syaikh Shalih al Fauzan untuk buku Kasyfu al Sattar karya Muhammad bin Nashir al ‘Uraini hal 5).

Dari penjelasan Syaikh Shalih al Fauzan ini kita bisa membuat kesimpulan bahwa hukum khuruj bersama Jamaah Tabligh menurut beliau haram secara mutlak. Kita simpulkan demikian, karena beliau tidak memberi pengecualian.
Dari uraian di atas bisa kita simpulkan bahwa hukum khuruj bersama Jamaah Tabligh itu diperselisihkan, ada yang melarang secara mutlak semisal Syaikh Shalih al Fauzan atau memberi pengecualian dalam kondisi tertentu sbagaimana penjelasan Ibnu Baz.
Oleh karena itu dalam masalah ini dan yang semisal hendaknya kita tidak memakai ‘kaca mata kuda’ sehingga menilai masalah yang diperselisihkan di antara para ulama ahli sunnah sebagaimana masalah yang menjadi konsesus semua ulama ahli sunnah.

Bahaya Khuruj(melawan) terhadap Pemerintah

Oleh Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari

Gerakan khuruj (pemberontakan) dan inqilab (melancarkan kudeta) terhadap suatu pemerintahan (yang sah) bukanlah sarana untuk memperbaiki masyarakat. Bahkan justru memicu timbulnya kerusakan di tengah masyarakat.

Khuruj terhadap pemerintah muslim, bagaimana pun tingkat kezhalimannya, merupakan bentuk penyimpangan dari manhaj Ahlus Sunnah (Wal Jama’ah). Ada dua macam bentuk khuruj, (1). Khuruj dengan memanggul senjata (2). Khuruj dengan perkataan dan lisan.

Mereka yang selalu memunculkan perpecahan, pertikaian, dan pergolakan terhadap pemerintahan muslim, pada hakikatnya telah melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan tersebut. padahal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita untuk bersabar, sebagaimana sabda beliau.

“Kecuali engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat engkau buktikan di sisi Allah” [Muttafaq ‘alaih]

Renungkanlah perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kecuali engkau melihat suatu kekufuran”. Penuturan beliau tidak terhenti sampai di situ saja, tetapi diiringi dengan keterangan “kekufuran yang sangat jelas”. Lantas beliau menambahkan keterangan lebih lanjut “ yang dapat engkau buktikan tentang itu di sisi Allah”.

Di dalam hadits ini, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan lima buah penekanan untuk mencegah orang dari khuruj dan takfir (mengkafirkan pemerintah atau pun individu muslim) yang merupakan perbuatan sangat buruk dan berbahaya. Karena dapat mengakibatkan kerusakan dan kehancuran di tengah masyarakat.

Bahkan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata di dalam kitabnya, I’lamul Muwaqqi’in : “Tidak ada satu pemberontakan pun terhadap pemerintah muslim yang membawa kebaikan terhadap umat pada masa kapan pun”

Begitu juga hujatan terhadap pemerintah. Manakala sebagian orang menjadikan hujatan terhadap pemerintah sebagai materi ceramah dan “nasihat-nasihat” yang mereka sampaikan untuk memperoleh simpati manusia. Manusia pada dasarnya menyukai hujatan terhadap pemerintah, juga terhadap para penguasa dan pemimpin, serta kepada setiap orang yang mempunyai posisi lebih tinggi dari mereka. Seakan-akan hujatan dan celaan tersebut sebagai hiburan yang dapat menyenangkan hati mereka

Sungguh suatu fenomena yang sangat menyedihkan ketika kita menyaksikan hujatan, makian, serta cercaan terhadap pemerintah, saat ini menjadi materi-materi ceramah dan “masukan” bagi sebagian da’i zaman sekarang, khususnya pada waktu terjadinya fitnah. Hingga materi yang mereka sampaikan akan membuat orang-orang berkomentar :”Masya Allah, Syaikh ini orang yang berani, atau Syaikh ini orang yang kuat”. Padahal fakta ini sesungguhnya tidak mendatangkan manfaat apa pun, melainkan hanya akan menghasut dan mengotori jiwa

Sebagian orang justru mengira, tindakan tersebut merupakan bentuk upaya menasehati pemerintah. Padahal terdapat metode dan prosedur dalam menasehati pemerintah, seperti termaktub dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Barangsiapa di antara kalian yang ingin menasehati penguasa, maka hendaklah dia pergi kepadanya, dan merahasiakan nasihatnya itu”

Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menjelaskan bahwa nasihat kepada para penguasa atau pemerintah, hendaklah disampaikan secara rahasia. Karena bila ditempuh secara terang-terangan akan menimbulkan gejolak hati, yang merusak hati.

Kalau di antara kita –para penuntut ilmu- ada yang terjatuh ke dalam suatu kesalahan, kemudian salah seorang menasihatinya di depan umum, ia langsung akan berkata : “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah. Janganlah kamu membuka aibku di depan umum. Kalau engkau ingin menasihatiku, maka lakukanlah dengan empat mata”.

Kalau para penuntut ilmu, para da’i yang mengajak manusia kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam –yang mengetahui keutamaan ilmu, keutamaan al-haq dan kembali kepadanya (setelah mengalami kekeliruan)- tidak menyukai metode seperti ini dalam memberikan suatu nasihat, maka bagaimana mungkin para penguasa yang memiliki kedudukan, kekuasaan, senjata, serta tentara yang banyak –bagaimana mungkin mereka- akan dapat menerima nasihat dengan cara yang tidak simpatik ini. Justru yang lebih utama, tidak menasihati mereka di depan umum ; kalaupun hal ini tidak mendatangkan maslahat bagi pemerintah, paling tidak akan memberi maslahat bagi diri kita sendiri. Hal ini, tentunya apabila mereka (para penguasa) adalah orang-orang muslim.

Batasan yang paling rendah untuk menghukumi mereka sebagai seorang muslim, ialah apabila mereka tunduk dan mengakui kebenaran agama Islam. Meskipun mereka melakukan suatu penyelewangan, mempunyai kesalahan yang banyak dan berbuat dosa-dosa besar. Dan ini semua tidak menjadikan mereka sebagai orang kafir, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Kecuali engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat engkau buktikan di sisi Allah” [Muttafaqun ‘alaih]
Kemudian Syaikh Muqbil rahimahullah berkata : “Kami tidak memandang kudeta sebagai jalan untuk membenahi masyarakat. Bahkan gerakan tersebut, justru menimbulkan kerusakan dalam masyarakat”

Marilah kita simak sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Shahih Muslim, dari hadits Arfajah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa yang datang kepada kalian, ketika kalian bersatu di bawah satu pimpinan, dia berkeinginan untuk memecah belah persatuan kalian, maka bunuhlah dia” [HR Muslim]

Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa pemberontakan terhadap suatu pemerintah, yang dapat menimbulkan suatu perpecahan di kalangan masyarakat merupakan salah satu hal yang mewajibkan seseorang untuk dibunuh. Akan tetapi, perlu diingat, bahwa yang dapat menjatuhkan sanksi ini adalah waliyyul-amr, pemerintah yang memegang kekuasaan

Dalam sebuah hadits dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu, ia menceritakan.

“Kami berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selalu patuh dan taat, baik terhadap apa yang kami suka maupun yang tidak kami suka, dan dalam keadaan sulit maupun lapang, dan untuk mendahulukan apa yang diperintahkan (di atas segala kehendak kami), dan untuk tidak merebut kekuasaan dari pemimpin yang sah. Kecuali engkau melihat suatu kekufuran yang sangat jelas, yang dapat engkau buktikan di sisi Allah” [Muttafaqun ‘alaih]

Akan tetapi, ketaatan ini tidak boleh berlawanan dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya ketaatan itu hanya terhadap perkara yang ma’ruf (baik) saja” [Muttafaqun ‘alaih]

Dan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang lain.

“Tidak boleh taat kepada makhluk di dalam maksiat kepada Al-Khaliq”[HR Thabrani di dalam Al-Mu’jamul Kabir]

Kalau mau merenung sejenak, niscaya kita akan memperoleh fakta bahwa dalam sejarah Islam, tidak ada satu pemberontakan pun yang berhasil. Lain halnya dengan orang-orang kafir, kebanyakan pemberontakan yang mereka gerakkan berakhir dengan keberhasilan. Di sini seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala sedang menghendaki, supaya kita mau melihat dan memperhatikan bahwa cara seperti ini, bukanlah metode syar’i. Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya menginginkan kita supaya menempuh metode syar’i yang telah digariskan oleh-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kitab-Nya.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” [Ar-Ra’d : 11]

“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu” [Muhammad : 7]

“Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa” [Al-Hajj : 40]

Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa metode syar’i adalah tidak keluar dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Azza wa Jalla berfirman.

“Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa” [Al-An’am : 153]

“Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :”Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat suatu garis, kemudian beliau berkata : “Ini adalah jalan Allah”, kemudian beliau membuat garis-garis yang banyak di bagian kanan dan bagian kirinya, lalu berliau berkata : “Ini adalah jalan-jalan (yang dimaksud oleh Allah), dan pada setiap jalan terdapat setan yang menyeru kepadanya”, kemudian beliau membaca ayat : “Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain) yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertakwa” .

Dari sini jelaslah bagi kita, bahwa tidak ada jalan untuk memperbaiki kondisi masyarakat melainkan dengan mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi segala macam bentuk bid’ah. Mari kita simak firman Allah Azza wa Jalla yang sangat agung berikut ini.

“Dan adakalanya kami memperlihatkan kepadamu (Muhammad) sebagian dari (siksaan) yang Kami janjikan kepada mereka, atau Kami wafatkan engkau (sebelum itu)” [Yunus : 46]

Banyak diantara manusia yang berkata “kami belum melihat kejayaan Islam”. Ketahuilah ! Bahwa tidaklah mesti kita melihat segala apa yang telah dijanjikan Allah kepada kita, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak melihat segala apa yang di jajikan oleh Allah. Coba kita menyimak firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan janji-Nya kepada orang-orang beriman.

“Allah telah menjajikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan amal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama telah Dia ridhai bagi mereka. Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam, ketakutan menjadi aman sentosa. Asalkan mereka (tetap) semata-mata beribadah kepada-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan suatu pun” [An-Nur : 55]

Sungguh ini merupakan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila kita dapat merealisasikan perintah Allah ini, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan merealisasikan apa yang telah Dia janjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kita.

Wallahu ‘alam, wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihii wa shahbihi wa sallam.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
__________
Footnote
[1]. Diterjemahkan oleh ustadz Ahmad Danil dari penjelasan Syaih Ali Hasan Al-Halabi terhadap risalah Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah yang berjudul “Hadzihi Da’watuna Wa Aqidatuna”.

almanhaj

What is Following?

What is Following?