Sabtu, 19 Maret 2011

HARAMKAH KITA BERMAIN MUSIK

Penulis : A.Birul Alim | dibaca 588 kali | 2007-04-25 00:00:00
Hiruk pikuk malam peringatan Maulid Nabi di Pondok Pesantren Darus Sholah yang terletak tak begitu jauh dari pusat keramaian kota Jember, tempatku menimba ilmu agama. Seperti biasanya sebelum acara inti dimulai, sambil menunggu pembicara dan para tokoh masyarakat, sekaligus menghibur hadirin yang sudah mulai berdatangan. Sebagian santri yang sudah dipersiapkan menampilkan kebolehannya dalam berkreatifitas sudah mulai beraksi, mulai dari rodadnya yang indah dan kompak mampu memukau hati para hadirin, puisi-puisinya yang mampu menggetarkan hati, teaternya yang serasa menyayat kalbu, bahkan tak kalah saingnya band SMP ?Plus? Darus Sholah dengan musik dan lagu-lagu Religinya yang merdu dan indah dapat menghipnotis para pengunjung. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan sampai kakek-kakek dan nenek-nenek yang ada.


Acara berlangsung begitu meriah, namun setelah berakhir lingkungan pesantren berubah drastis menjadi sunyi senyap. Bahkan telah hilang naik di antara langit-langit yang ada di atas bumi. Mereka merayap perlahan-lahan meninggalkan kesan indah, heroik dan penuh makna. Karena diiringi polesan pesan dan kesan dari seorang tokoh yang kharismatik. .


Di pagi harinya, ketika aku sedang asyik bercengkrama di depan masjid sambil menikmati segarnya udara pagi bersama senior pondok yang sering dipanggil dengan nama Ana sekaligus penanggung jawab dan lokomotif kelompok muda, tiba-tiba ada seorang wali santri yang berjalan menuju ke arah kami dan menghampiri kami.
?Assalamu?alaikum? salam sapanya dengan mengulurkan kedua tangannya kepada kami.
?Wa?alaikum Salam? sahut kami hampir bersamaan sambil mengulurkankan kedua tangan kami dengan sedikit membungkuk untuk meraih uluran tangannya secara bergantian.
?Dari mana pak?? Tanya Ana basa- basi dengan senyum manisnya.
?Oh????saya dari Banyuwangi?. Wali santri itu menjawab, sambil mengambil posisi duduk sila tepat di sampingku. .


Perbincanganpun berlanjut pada tema-tema yang universal, diapun asyik menikmatinya, mulanya kami berbincang-bincang seputar kemeriahan acara tadi malam, dan program-program harian pondok. Namun tiba-tiba ada pernyataan yang menyeletuk dari bibir tamu itu.
?Pondok kok ada Bandnya, mau dijadikan apa pondok ini!?. Kata wali santri yang memiliki nama Parmin itu dengan senyum kecut.
?Memangnya haram to pak main band itu??.Tanyaku balik padanya dengan nada agak tinggi sambil tersenyum.
?Anu, nuwun sewu nggih .., kulo kurang setuju dengan adanya band yang ada di Pondok ini?. Kata Parmin menimpali penyataanya.
Suasana hening sesaat layaknya malam Lailatul Qodar, tenang menghanyutkan, tiada suara angin yang menyapu alam dan tiada pula nyanyian burung yang membangunkan tidur makhluk-makhluk Allah. .


?Ya haram to-le, jelas-jelas Nabi bersabda bahwa Zina, Sutra, minuman keras dan musik itu haram,?jelas Parmin dengan nada tinggi sambil menyulut batang rokoknya.
?Sebentar..., itu kan hadisnya Ibnu Hazm yang kalau tidak salah sanadnya terputus, lagipula musik itu diharamkan karena penggunaannya, bukan pada alatnya. Jadi semuanya tergantung pada yang menggunakan, apalagi disini aliran musiknya Religi,Yg perlu dipahami disini musik religi ,bukan musik Islami. dan perlu dimengerti dua suku kata tersebut memiliki arti yg berbeda, dimana religi mengandung pemahaman uneversal/sesuatu yg berusaha mengajak pada kebaikan,kedamaian bisa dkategorikan dlm bingkai religi. Sedangkan kata Islami mengandung arti sesuatu perbuatan yg harus dan wajib atas dasar Al-Qur'am dan Hadist. makanya music di darus sholah mengambil tipe religi yg lebih bersifat unifersal? sahut Ana dengan nada meyakinkan.
Suasana berubah menjadi sedikit tegang, aku berusaha menetralisir keadaan yang sedikit panas itu. .


?Wah...wah...wah..., Pak Parmin ini jago debat ya...? Ngapain nggak daftar jadi anggota DPR aja...?? ejekku menggoda sambil sedikit tertawa.
Mereka berdua pun tertawa terbahak-bahak mendengarkannya, berarti sasaranku sudah tercapai untuk meredakan perdebatan di antara mereka.
?Ngomong-ngomong nama putra Bapak siapa ?? Tanya Ana penuh selidik.
?Salim, kelas satu,?jawabnya dengan sedikit menahan malu.
?Salim...? Kalau ngga? salah Salim kan Personal Musisi DARUS SHOLAH...? ?Aku terperanjat mendengarnya.
?Jadi putra Bapak personil dari band Darus Sholah ini, lalu kenapa dari tadi Bapak berpendapat bahwa musik itu haram hukumnya, sementara putra Bapak sendiri masih termasuk bagian penting band ini ?? Sahut Ana melihat kenyataan yang ada di hadapannya. Mendengar ucapan Ana, Parmin hanya bisa diam dan tertunduk malu. .


?Sekarang mari kita coba berpikir secara nalar, seandainya ada kegiatan yang bermanfaat seperti band namun masih dalam koridor kontrol dan pengawasan serta ter arah, apakah anda akan membiarkan putra anda berkeliaran bebas di luaran sana, bermain Play Station yang kini menjangkit tanpa ada kontrol dari pihak orang tua...?,Apakah anda juga akan membiarkan generasi Islam ini selalu ditertawakan karena masih ketinggalan zaman sementara itu kaum Non muslim sudah mampu menginjakkan kakinya di bulan ??Jelas Ana sedikit menggurui.
?Lagian Allah telah menjelaskannya dalam Alqur?an yang artinya ...dan lunakkanlah suaramu karena sesungguhnya seburuk-buruknya suara adalah suara keledai...? jelasku sedikit sok tahu.
Percakapan antara kami bertiga pun mulai mereda dan akhirnya muncul kesadaran pada diri Parmin untuk menerima adanya band di pesantren Darus Sholah ini, yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kebudayaan Islam, mengurangi kenakalan remaja dan sebagai wadah kreatifitas siswa di pesantren Darus Sholah ini. .


?Hmmm..., kalau memang seperti itu tujuannya, saya sangat mendukung dan sangat menerima atas adanya band di pesantren Darus Sholah ini, ?kata parmin dengan wajah yang tersipu malu.
?Makanya kalau ada sesuatu jangan terburu emosi apalagi sampai mendoktrin haram tanpa memiliki dasar yang jelas, ?saran Ana dengan wajah arif dan santun.
?Terima kasih atas saran Ana yang dapat membuka hati saya yang penuh dengan kekhilafan dan saya ucapkan terima kasih atas bimbingan dan dorongan moril kepada anak saya,? Ungkap Parmin dengan suara terbata-bata. .


?Kami juga mengucapkan terimakasih dan mohon maaf apabila ada perkataan kami yang kurang berkenan di hati Pak Parmin,? Kata Ana dengan nada salut.
Kemudian Parmin memohan diri untuk menemui anaknya, dengan langkah mantap dan penuh harapan bagi masa depan anaknya .
Sementara itu aku dan Ana memandangi langkah Pak Parmin yang akhirnya menghilang diantara kerumunan santri. .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar